Pages

Senin, 30 September 2019

4 Mitos yang Masih Dipercaya tentang Mendisiplinkan Anak

Senin, 30 September 2019 17:14:03

4 Mitos yang Masih Dipercaya tentang Mendisiplinkan Anak

Melatih anak agar terbiasa hidup disiplin memang salah satu hal penting yang perlu dilakukan orang tua, juga para guru di sekolah. Sayangnya, demi mencapai tujuan tersebut, masih dilakukan cara-cara lama dan mungkin tak akan berbuah hasil yang diharapkan.

Benar saja, sebaliknya, si kecil justru berisiko tumbuh jadi anak yang pemberontak, Moms. Laman Fatherly mengungkap, 4 cara yang masih suka dilakukan orang tua dikategorikan sebagai mitos, apa saja?
1. Orang Tua yang Keras Membesarkan Anak yang Baik

Salah satu anggapan yang cukup populer ya, Moms. Cara ini mungkin akan membuat anak jadi menuruti perkataan Anda, tapi lebih karena takut, bukan karena mereka ingin melakukannya.

Selain itu melansir dari Psychology Today, sebuah makalah yang ditulis Elizabeth Gershoff, associate professor of Human Development di University of Texas-Austin, dan Andrew Grogan-Kaylor, associate professor of Social Work di University of Michigan, AS, kemudian yang diterbitkan Journal of Family Psychology menunjukkan, bahwa memukul bokong anak akan berpengaruh terhadap psikisnya. Misalnya anak menjadi lebih agresif, memiliki kecenderungan anti sosial, bahkan rentan menjadi pelaku kekerasan.

2. Kalau Mengatakan 'Ya' artinya Gagal

Tentu saja, menuruti kemauan anak alias dengan berkata 'ya' itu tak selalu berarti menggagalkan niat Anda, dalam mendisiplinkan anak. Justru terkadang dengan mengatakan 'ya', adalah salah satu strategi ampuh untuk menghindari konflik yang tidak perlu dengan anak. Orang tua pun kerap kali menggunakan cara tersebut dalam mencapai keinginannya. Anda bisa mengatakan seperti, 'Iya boleh, asal...', atau 'Iya tidak apa-apa, jika...', Pernah mencobanya, Moms?

3. Ketika Orang Tua Berteriak, Anak Lebih Memperhatikan

Ternyata itu cuma mitos lho, Moms. Ternyata cara yang terbaik agar anak mau mendengarkan Anda, yakni dengan cara mendekatkan diri dengannya, misalnya posisi dekat dan terjalin kontak mata, menciptakan ketenangan, serta bicara dari hati ke hati.

Pada ahli mengatakan, untuk membuat anak lebih tenang, Anda sebagai orang tua harus tenang dulu. Kalau Anda sendiri marah dan frustasi justru akan menimbulkan emosi negatif yang berpengaruh terhadap mental si kecil.

4. Jangan Bernegosiasi dengan Anak

Justru sebaliknya, Moms. Anda harus lebih banyak bernegosiasi dengan anak. Karena taktik ini dipercaya bisa membangun empati dan konektivitas dengan anak. Misalnya Anda harus membuat berbagai pilihan untuk dipilih oleh si kecil, namun orang tua tetap harus memegang kendali agar ia tidak memanipulasi Anda ya, Moms.

*Sumber: kumparan.com

Kekeringan Yang Melanda wilayah Bojonegoro Sudah Mengakibatkan Krisis Air Bersih

Senin, 30 September 2019 15:06:00





















BOJONEGORO. Kekeringan yang melanda wilayah Bojonegoro sudah mengakibatkan krisis air bersih. Beberapa kecamatan terdampak krisis air sudah mulai mendapatkan bantuan air bersih.

Laskar Peduli Sesama atau LPS sebuah lembaga sosial yang berpusat di Kediri menggandeng Radio Nuansa group memberikan bantuan air bersih ke desa-desa yang terdampak krisis air terutama di kecamatan Kedungadem. Menurut Direktur Radio Nuansa FM, Sudarmono, bantuan tersebut terus dilakukan sampai masyarakat tercukupi kebutuhan air bersihnya.

Sementara itu Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bojonegoro menyebutkan, hingga saat ini sudah ada 40 desa di 17 kecamatan di Kabupaten Bojonegoro yang alami krisis air bersih dan telah mengajukan permohonan bantuan air bersih.

Guna mengantisipasi dampak kekeringan dan krisis air bersih, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro pada tahun 2019 ini mengalokasikan anggaran dari APBD sebesar Rp 200 juta atau setara 500 tangki air bersih, untuk membantu masyarakat yang mengalami kesulitan air bersih, yang penyalurannya melalui Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bojonegoro. Bantuan juga datang dari lembaga swasta sebagaimana yang dilakukan Radio Nuansa group bersama Laskar Peduli Sesama atau LPS.

Sementara itu Direktur LPS, Khusnul Arif ketika dihubungi Media Nusantara Network mengatakan bantuan air bersih ini merupakan komitmen LPS dalam membantu meringankan beban masyarakat, ke depan LPS juga akan menjangkau daerah-daerah lain yang memerlukan bantuan kemanusiaan.

Jumat, 27 September 2019

6 Cara Mendukung Pendidikan Anak Generasi Alfa di Rumah

Jum'at, 27 September 2019 17:44:05

6 Cara Mendukung Pendidikan Anak Generasi Alfa di Rumah

Pendidikan anak sangatlah penting. Saking pentingnya, punya anak yang cerdas tak hanya jadi kebanggaan orang tua, namun juga bisa memajukan negara melalui aksi dan kontribusinya.

Perlu diingat, pendidikan tak hanya bisa didapat dan dilakukan di sekolah saja, Moms. Anda pun bisa mendukungnya di rumah.  Teruntuk orang tua milenial yang memiliki anak dari generasi alfa atau yang lahir antara tahun 2010 hingga 2025, simak cara jitu mendukung pendidikan anak di rumah, oleh psikolog anak dan keluarga, Rosdiana Setyaningrum, MPsi, MHPed.

1. Kenali Cara Belajarnya
Pertama adalah mengenai cara belajar anak, apakah si kecil termasuk anak visual, auditory, kinesis atau taktil? Saat Anda sudah mengetahuinya, maka makin mudah untuk mengajarkan ia bila orang tua menyesuaikan dengan cara belajar anak tersebut.

Oh iya Moms, Rosdiana juga mengatakan saat Anda mengajarkan buah hati, buat dirinya paham dengan satu objek terlebih dahulu. Jika sudah pandai, maka Anda bisa beralih ke yang lain.

“Kalau mau ajarkan anak warna merah ajari sampe hafal. Baru (kemudian ajari warna lain seperti) hijau. Jadi belajarnya harus fokus,” kata Rosdiana beberapa waktu lalu.

2. Mulai dari yang Disukai

Tugas Anda selanjutnya adalah menyelidiki yang paling disukai anak. Kemudian, gabungkan antara kesukaanya itu dengan proses belajar.

Misalnya si kecil suka mobil, Anda bisa ajari anak berhitung menggunakan mobil. Pasti si kecil akan lebih menyukai dan antusias saat belajar, Moms.

3. Memberi Contoh Langsung

Kemudian Anda juga harus memberikan contoh secara langsung. Jangan hanya memberi ceramah atau teori saja, Moms.

Misalnya saat Anda memberitahu si kecil tentang manfaat makan buah pepaya dan jeruk, Anda juga harus memakannya di depan anak. Tunjukkan kalau Anda pun menyukainya, maka buah hati akan dengan senang hati mengikuti.

4. Sesuaikan Kemampuan Anak dengan Usia

Poin ke empat adalah menyesuaikan kemampuan anak dengan usianya. Jangan paksa anak untuk belajar yang tidak sesuai dengan kapasitasnya.

Bila Anda paksakan, si kecil justru merasa tidak senang dan menganggapnya sebagai momok atau menakutkan. Alhasil, kedepannya anak akan tidak suka atau malah malas untuk melakukannya.

5. Banyak Melibatkan Sensori

Cara selanjutnya adalah dengan banyak melibatkan sensori anak. Biarkan anak bebas bergerak ke manapun yang diinginkan, dan jangan batasi ruang geraknya, selagi aman dan tidak mencelakakan dirinya.

“Kalau anak kita gerak tidak boleh, loncat tidak boleh, naik tangga tidak boleh, apa-apa tidak boleh justru mereka akan merasa tidak aman. (Alhasil) Saat besar akan merasa dunia tidak aman,” kata Rosdiana.

6. Beri Tugas Menantang

Metode terakhir yang bisa Anda lakukan di rumah adalah memberinya tugas yang menantang. Jangan berikan pekerjaan yang itu-itu saja atau justru membuatnya bosan, Moms.

Biasanya, ayah adalah sosok paling tepat untuk memberikan tugas yang menantang. Karena itu, Anda pun bisa berkoordinasi dengan pasangan untuk memberi tugas pada anak.

*Sumber: kumparan.com

Kamis, 26 September 2019

Bukan Rasa Takut Biasa, Ini Tanda Anak Punya Fobia

Kamis, 26 September 2019 17:46:20

Bukan Rasa Takut Biasa, Ini Tanda Anak Punya Fobia

Rasa takut merupakan perasaan wajar dialami setiap orang, termasuk pada anak-anak. Perasaan tersebut pada dasarnya adalah mekanisme pertahanan diri alamiahnya, Moms. Namun hal itu akan menjadi berbeda ketika ketakutan tersebut, sampai membuat si kecil panik dan mulai menghindari hal-hal yang mereka takuti atau bahkan menghabiskan waktu untuk mengkhawatirkannya.

Maka kemungkinan besar, si kecil mengalami fobia atau ketakutan yang berlebihan. Health US News melansir, 1 dari 11 anak-anak mengalami fobia pada hal-hal tertentu. Dan biasanya fobia ini lebih sering dialami oleh anak perempuan daripada laki-laki.

Ketakutan irasional tersebut bisa berupa takut terhadap suatu objek, hewan, orang, situasi, atau tempat yang dianggapnya mengerikan. Namun fobia yang umumnya dialami anak-anak melibatkan hewan, serangga, darah, jarum, badai petir, ketinggian, ruangan gelap, atau takut orang yang disayanginya menjadi sakit.

Penyebab anak mengalami fobia dapat karena berbagai alasan, Moms. Misalnya, si kecil mungkin pernah mengalami pengalaman traumatis dengan objek ketakutan mereka atau bahkan hanya mendengar cerita tentang kejadian seperti itu, seperti anjing yang menggigit seseorang.

Ketakutan ini juga bisa terjadi karena orang tua yang mengalami gangguan kecemasan. Sehingga ada indikasi secara genetik, anak mereka juga memiliki kecenderungan untuk fobia.

Tidak seperti rasa takut sementara yang akan hilang seiring berjalannya waktu, fobia bisa menyebabkan gejala yang lebih ekstrem pada anak ketika harus dihadapkan terhadap objek yang ditakutinya tersebut.

Coba perhatikan anak Anda, apakah ia pernah mengalami gejala-gejala seperti berikut saat berhadapan dengan objek tertentu?
- Merasa gemetar
- Mual
- Berkeringat berlebihan
- Terengah-engah
- Nyeri dada
- Detak jantung yang cepat
- Merasa seperti akan mati atau menjadi gila
- Merasa mati rasa atau kedinginan

Jika anak Anda mengalami satu atau lebih dari gejala-gejala di atas, kemungkinan ia terindikasi fobia. Anda harus waspada ketika ketakutan yang irasional ini mulai mengambil ruang dipikiran mereka sehingga membuatnya sulit berkonsentrasi.

Lantas apa yang bisa dilakukan oleh orang tua untuk menangani hal ini?

Hampir dalam semua kasus, fobia harus diobati. Sebab jika tidak, itu akan mengganggu kemampuan anak Anda dalam bersosialisasi di sekolah atau di lingkungannya.

Jangan khawatir fobia bisa diobati dengan terapi perilaku kognitif oleh psikolog dan waktu pengobatannya pun tak lama. Semakin dini ditangani, semakin cepat ia pulih, Moms.

*Sumber: kumparan.com

Rabu, 25 September 2019

6 Makanan yang Bisa Merusak Gigi Balita

Rabu, 25 September 2019 18:17:00

6 Makanan yang Bisa Merusak Gigi Balita

Di usia balita, anak biasanya penasaran dengan berbagai rasa makanan. Mulai dari manis, asin, pedas, hingga asam, rasanya ingin dicicipi anak.

Tapi tunggu dulu, Moms. Jangan asal anak balita senang, lantas Anda memberikan semua makanan yang disukainya. Faktanya, memang ada beberapa makanan yang justru bisa membahayakan kesehatan dan gigi si kecil. Makanan yang buruk bisa saja membuat gigi balita berlubang dan merusak enamel giginya.

Ya Moms, gigi anak memang harus dirawat sejak gigi susu pertamanya muncul. Meski kelak tanggal dan digantikan dengan gigi permanen, gigi susu anak tidak boleh dianggap sepele. Bila tidak dirawat, gigi susu rentan mengalami masalah.

Dilansir Todays Parent, berikut daftar makanan yang ternyata bisa membahayakan gigi balita.

1. Buah-buahan Sitrus

Buah-buahan sitrus seperti jeruk, lemon, jeruk nipis, dan lain sebagainya memang kaya dengan vitamin C dan baik untuk tubuh. Tapi di sisi lain, aneka buah ini juga tidak baik untuk gigi anak, Moms.

Mengapa? Sebab buah sitrus punya asam yang tinggi dan hal inilah yang jadi bumerang untuk enamel gigi anak.

"Asam dari buah jeruk dapat mengikis enamel gigi sehingga membuatnya lebih lemah dan rentan berlubang," ujar Bryan Lazarus, seorang dokter gigi di Highview Dental di Aurora, seperti dikutip dari The Bumps.

Meski begitu bukan berarti si kecil tidak boleh menkonsumsi buah sitrus lagi, Moms. Tetap boleh, hanya saja, ajak balita untuk selalu menyikat giginya segera setelah makan buah sitrus.

2. Kerupuk dan Keripik Kentang

Di balik lezatnya kerupuk dan keripik kentang ternyata juga menyimpan bahaya. Kandungan kanji pada kentang dapat berubah menjadi gula yang menghasilkan asam sehingga dapat merusak gigi anak.

Tak hanya itu, kedua makanan ini juga berisiko bisa menyelip di celah gigi yang menjadi pemicu gigi berlubang.

“Makanan bertepung ini juga dapat menempel di gigi dalam jangka waktu yang lama. Makin lama terpapar makanan makin mudah terbentuknya gigi berlubang,” kata Lazarus.

Maka dari itu, Lazarus menyarankan setelah selesai menyantap krupuk ataupun keripik pastikan anak balita gosok gigi dengan benar. Untuk itu, Anda perlu mengawasi dan memastikan si kecil sudah menggosok giginya ya, Moms.

3. Acar

Siapa sangka acar juga dapat menyebabkan kerusakan gigi pada anak. Bukan pada buah atau sayurnya, justru yang menjadi biang keladinya terletak pada cuka yang digunakan dalam proses pengawetan.

Sebab cuka pada acar memiliki pH rendah yakni sebesar 2,4, angkanya sama dengan tingkat keasaman lemon. Selain itu, asam asetat dalam cuka juga dapat melemahkan enamel gigi, menghilangkan mineral gigi, dan menyebabkan kerusakan gigi.

"Cuka dapat mengikis enamel gigi, membuat gigi lebih lemah dan lebih rentan terhadap gigi berlubang," tambah Lazarus.

4. Popcorn

Moms, apakah balita Anda suka makan popcorn sebagai camilan? Selain rasanya yang gurih atau manis, popcorn juga terbuat dari jagung yang tinggi serat dan mengandung antioksidan yang bermanfaat.

Meski begitu, sama halnya dengan keripik kentang, sisa popcorn juga bisa menyelip ke dalam gigi bahkan gusi. “Popcorn jadi masalah ketika terjebak di bawah gusi karena dapat menyebabkan infeksi gusi,” ungkap Lazarus.

5. Es Batu

Meski bukan camilan, namun banyak anak yang suka memakan es batu dan tidak sedikit pula orang tua yang mengizinkannya. Ya, sensasi dingin pada es batu biasanya disukai anak-anak. Padahal ternyata, makan es batu berbahaya untuk gigi si kecil.

"Mengunyah es dapat melemahkan gigi dan membuatnya patah," kata Lazarus.

Ya Moms, gigi bisa mudah patah akibat mengkonsumsi es batu. Selain itu, pada gigi balita yang sensitif, makan es batu juga bisa menimbulkan rasa ngilu.

6. Permen Jelly

Permen jelly memang begitu menggoda bagi anak balita. Bentuknya yang lucu menggemaskan dan rasanya yang manis, biasanya disukai anak.

Tapi permen jelly juga bisa menjadi masalah pada gigi susu anak karena mengandung gula yang dapat menempel pada celah gigi, sehingga menyebabkan plak, Moms. Tak hanya itu saja, kandungan asam yang sangat tinggi juga dapat mengikis enamel gigi.

*Sumber: kumparan.com.

Selasa, 24 September 2019

Tulang Melengkung Intai Anak-anak yang Gemar Bermain Gawai

Selasa, 24 September 2019 17:27:03

Tulang Melengkung Intai Anak-anak yang Gemar Bermain Gawai

Anak-anak yang sedari dini sudah sering menghabiskan waktu di depan layar gawai akan berisiko mengalami tulang melengkung. Kenyataan ini disampaikan dr Anggita Dewi SpOT, spesialis ortopedi pediatri di Rumah Sakit Ortopedi dan Traumatologi Surabaya.

"Sebanyak 30 hingga 40 persen pasien anak yang datang kepada saya, karena mengalami masalah tulang belakang imbas dari kebanyakan main gawai," kata dokter Anggita pada Basra, Senin (2/9).

Menatap layar gawai atau gadget dalam posisi merunduk selama berjam-jam bisa memicu sakit kepala, leher, bahu, dan punggung. Dampak jangka panjangnya mereka memiliki kecenderungan bungkuk dan pertumbuhan tulang yang melengkung tidak normal, di antaranya skoliosis.

Skoliosis merupakan kondisi medis ketika tulang belakang manusia tampak melengkung ke kiri atau ke kanan. Kurva lengkungnya umumnya berbentuk 'S' atau 'C', sedikitnya 10 derajat.

"Batasi anak-anak main gawai, selain tidak baik untuk sosialisasinya, juga bisa membawa dampak negatif bagi pertumbuhan tulangnya," ujar dr. Anggi.

Aktivitas fisik untuk anak bermacam-macam, bisa dengan bermain bola, main lompat tali, dan sebagainya. Kegiatan fisik ini bertujuan untuk pemadatan tulang anak.

Aktivitas fisik di luar rumah seperti bermain bola juga memiliki manfaat lain. Salah satunya, melatih anak untuk bersosialisasi. Dengan bermain bersama teman-teman sebayanya, anak belajar berinteraksi dan bersosialisasi dengan lingkungannya.

"Jadi kalau anak sedang asyik lari-lari di taman atau bermain dengan teman-temannya, orang tua jangan melarang. Karena itu adalah bagian dari aktivitas fisik yang menyenangkan untuk mereka," kata dr. Anggi.

Selain aktivitas fisik, sejumlah makanan tertentu dinilai baik untuk pertumbuhan tulang seorang anak yang berada pada fase pertumbuhan, salah satunya susu.

Susu merupakan salah satu sumber protein dan kalsium yang penting untuk pertumbuhan tulang. Selama masa pertumbuhan, anak disarankan untuk mengonsumsi susu 2 hingga 3 gelas sehari agar pertumbuhan tulangnya maksimal.

Dikatakan pula, anak juga harus mengonsumsi sayuran dan buah agar bisa tumbuh maksimal. Beberapa sayuran berdaun hijau mengandung kalsium yang dibutuhkan tulang, seperti brokoli dan sawi. Selain mengandung kalsium, sayuran berdaun hijau juga mengandung vitamin K.

"Vitamin K mempunyai peran penting dalam pengaturan kalsium dan pembentukan tulang," ujar dr. Anggi.

Sedangkan buah-buahan yang dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan tulang, yakni buah-buahan yang mengandung vitamin C, di antaranya pepaya, jeruk, nanas, dan stroberi. Vitamin C berfungsi dalam sintesis kolagen, yaitu protein utama untuk tulang.

*Sumber: kumparan.com

Rabu, 18 September 2019

7 Saran yang Bisa Orang Tua Lakukan saat Anak Gagap Bicara

Rabu, 18 September 2019 17:16:03

7 Saran yang Bisa Orang Tua Lakukan saat Anak Gagap Bicara

Gagap (stuttering) alias ketidaklancaran berbicara pada anak, bila dibiarkan bisa menjadi masalah baginya kini dan nanti. Misalnya, anak tumbuh menjadi pribadi yang tidak percaya diri dalam bersosialisasi, karena sering kali menjadi bahan ledekan teman sebayanya. Hal ini pun bisa berdampak pada prestasi sekolahnya.

Dr.dr. Rini Sekartini, Sp.A(K) dan dr. Daniel Surjadinata, Sp.A dalam laman Ikatan Dokter Indonesia (IDAI) menjelaskan bahwa penyebab gagap belum sepenuhnya dipahami dan diperkirakan merupakan gabungan antara faktor genetik dan lingkungan. Namun, gejala gagap pada anak bisa dikenali.

Gejala gagap pada anak dapat berupa gangguan pengucapan kata, dapat berupa pengulangan sebagian kata atau seluruhnya (saya saya saya, sa..sa..sa..ya), pemanjangan pengucapan kalimat (ssssayaa ), blokade bagian kata (S ya) atau keragu-raguan dalam mengucapkan suatu kata (saya .mau..makan).

Gagap biasanya terjadi pada anak-anak usia 3 sampai 5 tahun dan akan normal kembali dalam waktu 6 bulan hingga usia sekolah. Namun sekitar 1 persen dari populasi anak yang menderita gagap, akan menetap sampai dewasa dan menjadi masalah dalam kehidupannya.

Baik pada anak laki-laki maupun perempuan, angka kejadian gagap hampir sama. Tetapi pada anak laki-laki, risiko terjadinya gagap permanen 3-4 kali lebih besar daripada perempuan, Moms. Di bawah ini dr. Rini dan dr. Daniel menyarankan beberapa hal untuk orang tua dalam membantu anak atasi gagap bicara. Yuk, simak!

Bicara dengan Santai

Berbicaralah pada anak tanpa terburu-buru, Moms. Berikan jeda beberapa detik setiap anak selesai berbicara, lalu Anda mulai meresponnya. Ritme kalimat Anda yang perlahan-lahan lebih efektif dibandingkan dengan peringatan pelan-pelan bicaranya.

Kurangi Memberikan Pertanyaan Pada Anak

Kurangi mengajukan pertanyaan pada si kecil. Namun, dengarkanlah perkataan atau cerita anak dan respon setiap pembicaraannya. Anak lebih bebas bercerita dibandingkan harus menjawab pertanyaan Anda.

Berekspresi

Gunakan ekspresi wajah atau gerakan tubuh ketika anak mulai gagap. Tujuannya untuk menenangkan dan meyakinkan si kecil bahwa Anda memahami isi pembicaraannya dan tidak mempermasalahkan gagapnya.

Gunakan Kalimat dan Intonasi Sesuai Usia Anak

Pilihlah kalimat yang sederhana, ketika berkomunikasi bersama anak dengan pengucapan perlahan dan suasana nyaman. Ketika umur anak bertambah, kecepatan berbicara dapat disesuaikan berdasarkan kemampuannya.

Bekerja Sama dengan Seluruh Anggota Keluarga

Ajak anggota keluarga lain untuk selalu mendengarkan percakapan anak dan tidak memotong percakapan tersebut. Jadilah pendengar yang baik.

Amati dan Evaluasi

Amati dan evaluasi saat anak berinteraksi dengan Anda, Moms. Usahakan selalu memberikan waktu yang cukup pada anak untuk bercakap-cakap. Hindari kritikan, bicara cepat, interupsi dan pertanyaan.

Yakinkan Anak

Terima keadaan gagap anak dengan apa adanya. Dengan cara meyakinkan si kecil bahwa gagap bukanlah menjadi sebuah masalah buat Anda. Sebagai orang tua, Anda selalu mendukungnya, sehingga anak akan merasa nyaman dan mengurangi keluhan gagapnya.

*Sumber: kumparan.com

Selasa, 17 September 2019

Tak Mau Beri Anak Susu Formula? Tapi Jangan Lakukan 3 Hal Ini, Moms!

Selasa, 17 September 2019 17:24:10

Tak Mau Beri Anak Susu Formula? Tapi Jangan Lakukan 3 Hal Ini, Moms!

ASI adalah makanan terbaik untuk bayi, dan tidak ada susu formula di dunia ini yang bisa menandingi nutrisi ASI. Tidak hanya bergizi tinggi, ASI juga merupakan makanan yang paling cocok bagi pencernaan bayi yang belum sempurna dan mengandung g.

Bertekad memberikan si kecil ASI dan hanya ASI hingga usianya 6 bulan? Bagus tuh, Moms! Ingin melanjutkan menyusui hingga anak berusia 2 tahun? Lebih bagus lagi! Keputusan dan usaha Anda tentu akan membawa banyak kebaikan bagi si kecil maupun diri Anda sendiri.

Tapi meski begitu, pastikanlah Anda tidak melakukan 4 hal ini:

1. Sangat fanatik terhadap ASI

Sikap terlalu fanatik berisiko membuat kita terlalu mudah menghakimi orang lain. Misalnya orang tua lain yang memberi anaknya susu formula. Padahal bisa saja, mereka bukannya tidak tahu kebaikan ASI namun terpaksa memberikan susu formula karena ada indikasi medis tertentu yang dimiliki ibu maupun si kecil.

Karena itu, hindari pula menyalahkan dan menghujani dengan kuliah kilat tentang pentingnya menyusui, meski Anda merasa dekat dengan mereka. Fanatisme is a BIG no-no, Moms! Ini hanya akan membuat teman atau saudara Anda merasa tidak dipahami, diserang, memandang Anda sok tau dan bisa jadi bersikap antipati.

2. Melakukan Mom Shaming

Mom Shaming? Maksudnya, merendahkan sesama ibu yang memiliki pilihan pengasuhan berbeda dari kita. Misalnya komentar-komentar seperti: "Ih, kok dikasih susu formula? Nanti anaknya obesitas, lho!" atau "Kok, enggak dikasih ASI? Kasihan bayinya, ibunya tidak mau menyusui."

Maksud Anda mungkin baik, tapi menurut Psikolog Keluarga, Monica Sulistiawati, perilaku mom shaming seperti ini dapat dikategorikan bullying, lho! Tentu tak menyenangkan kan, bila ini terjadi pada diri kita?

3. Membanding-bandingkan Anak

Setiap anak unik dan sebaiknya tidak dibanding-bandingkan. Misalnya membanding-bandingkan anak kita yang sudah bisa bicara dengan anak teman yang belum bisa meski umurnya sama. Apalagi kalau Anda lantas mengaitkannya dengan pemberian ASI atau susu formula.

Orang tua memang perlu memerhatikan setiap tahap tumbuh kembang anak dengan seksama. Tapi membandingkan anak (meski dengan saudaranya sendiri) tetap bukan hal yang bijak. Jadi, jangan deh, Moms!

*Sumber: kumparan.com

Senin, 16 September 2019

Waspada Bila Anak Tampak Begitu Lamban dan Mudah Jatuh

Senin, 16 September 2019 17:25:00

Waspada Bila Anak Tampak Begitu Lamban dan Mudah Jatuh

Moms, pernahkah Anda menyadari bahwa gerakan anak begitu lamban? Saat mengenakan pakaian sendiri, misalnya. Tak cuma di rumah, guru pun sudah melaporkannya pada Anda selama si kecil beraktivitas di sekolah.

Ternyata dalam istilah bebas medisnya disebut clumsy child. Dalam terminologi terbaru, ini disebut Gangguan Perkembangan Koordinasi atau GPK, sebagai terjemahan dari Developmental Coordination Disorder. Artinya gangguan gerak yang berpengaruh terhadap kemampuan untuk melakukan tugas umum sehari-hari.

Dr. Jenni K. Dahliana, Sp.A dalam laman Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menjelaskan bahwa gangguan ini bukan karena kelainan virus atau ketajaman penglihatan, mental retardasi atau palsi serebral. Tetapi karena ketidakmampuan melakukan koordinasi antara beberapa fungsi sensoris, gerak kasar dan halus.

Anak yang menderita gangguan ini kata Dr. Jenni, perlu mendapat perhatian yang serius dari orang tua dan guru sekolah dasar, Moms, mengingat dampaknya terhadap tumbuh kembang anak. Gangguan pertumbuhan yang dimaksud di sini adalah anak bisa menjadi gemuk atau obesitas, karena menarik diri dari aktivitas fisik. Bagaimana tidak, saat teman-temannya semua bisa lebih cepat dan ia tertinggal, ia pun merasa gagal dan semakin menghindari dari kegiatan fisik.

Sedangkan gangguan perkembangan dapat berupa prestasi belajar atau akademik yang rendah, sering gagal dalam ujian karena tulisan yang jelek dan lamban.

Adapun gejala-gejala anak yang mengalami GPK adalah sebagai berikut:
Anak Usia Pra-Sekolah:

- Terlambat dalam perkembangan motor kasar dan halus.

- Sering menabrak benda, mudah jatuh, makan cenderung berantakan dan lebih memilih menggunakan tangan, kesulitan dalam menggenggam pensil atau menggunakan gunting.

Anak Usia Sekolah:

Aspek fisik :

- Mudah terjatuh bila berjalan atau lari, tidak dapat memperkirakan jarak secara akurat.

- Kesulitan beraktivitas fisik bersama teman seperti bermain sepak bola.

- Komentar dari guru olahraga: lamban dan kesulitan mempelajari aktivitas fisik yang baru.

Aspek belajar:

- Sering mengubah postur tubuh selama menulis untuk menyesuaikan posisi buku, lambat dalam menulis, tulisan tangan jelek karena kesulitan dalam memanipulasi pulpen.

- Tidak dapat memotong, melipat ketika melakukan kerajinan tangan.
Aspek perawatan diri:

- Sulit mengancingkan baju, mengikat tali sepatu, sehingga tampak lusuh.

- Mudah menjatuhkan benda atau menumpahkan minuman.

Yang dapat dilakukan oleh orang tua dan guru untuk membantu anak adalah dengan mendorong si kecil agar giat berpartisipasi dalam olahraga yang disukainya, menetapkan tujuan jangan pendek yang realistis untuk anak, perkenalkan kegiatan individu terlebih dahulu baru berkelompok, fokus pada tujuan dari pelajaran yang diberikan, dan saling bekerja sama antar guru dan orang tua untuk membahas anak dan cara mengatasinya lebih detail, Moms.

*Sumber: kumparan.com

Minggu, 15 September 2019

3 Tips untuk Tetap Tenang saat Melakukan Public Speaking

Minggu, 15 September 2019 17:55:20

3 Tips untuk Tetap Tenang saat Melakukan Public Speaking

Pernahkah Anda merasa gugup saat secara tiba-tiba mendapatkan tugas untuk berbicara di hadapan banyak orang?

Istilah 'public speaking' memang bukan hal yang asing lagi dalam dunia profesional. Bahkan, banyak studi yang menyebutkan bahwa keahlian public speaking harus dimiliki setiap individu dalam dunia kerja. Namun, hal ini memang jadi tantangan tersendiri bagi sebagian orang. Anda salah satunya?

Jika ya, tak perlu khawatir! Mengutip Huffpost, ada beberapa riset yang nyatanya bisa membantu Anda untuk mengatasi rasa gugup saat menghadapi public speaking. Bagaimana caranya?

1. Manipulasi pikiran Anda dengan mengartikan rasa gugup sebagai kegembiraan

Saat Anda gugup, mungkin hal yang sering Anda dengar adalah ucapan seperti 'Jangan gugup!' atau 'Santai saja.' Namun, pada kenyataannya, merasa tenang saat kita dalam keadaan gugup adalah hal yang tidak mungkin.

Menurut studi tahun 2014 dari Harvard Business School, Anda bisa menyiasati rasa gugup tersebut dengan berpikir bahwa segala bentuk respons tubuh Anda seperti tangan berkeringat, jantung berdetak cepat, hingga rasa gemetar, adalah tanda Anda sedang gembira. Ya, Anda bisa memanipulasi kegugupan tersebut seolah sebagai reaksi tubuh saat sedang 'excited' terhadap sesuatu.

Dalam studi yang sama, saat kita mengartikan kecemasan dalam perspektif lain, maka saraf-saraf gugup dalam tubuh pun secara tidak disadari akan tenang. Faktanya, cara Anda memahami kecemasan dapat membantu Anda untuk mengatasinya dengan lebih baik.

2. Fokus pada ide yang ingin Anda sampaikan

Saat melakukan public speaking, banyak dari kita merasa khawatir terhadap pandangan orang tentang diri kita sendiri. Padahal, tujuan Anda melakukan public speaking adalah untuk menyampaikan ide atau aspirasi yang Anda miliki.

Menurut Amanda Hennessey, pendiri dari Boston Public Speaking di Amerika Serikat, Anda tak perlu terlalu fokus terhadap diri sendiri saat berbicara di hadapan banyak orang. Namun, fokuslah pada pesan yang ingin Anda sampaikan.

Dengan begitu, Anda tidak akan cemas dengan pemikiran sepele, seperti: 'Apakah saya terlihat baik?', 'Apakah bos saya suka dengan cara saya berbicara di depan?', dan 'Apakah mereka bosan saat saya berbicara?'

Oleh sebab itu, fokuslah pada pesan dan ide yang ingin Anda sampaikan. Dengan begitu, public speaking bisa terasa seperti diskusi yang menyenangkan.

3. Tak perlu terobesesi pada setiap kata yang ingin disampaikan

Menurut Sian Beilock, psikolog sekaligus penulis buku Choke: What the Secrets of the Brain Reveal About Getting It Right When You Have To, saat Anda akan melakukan public speaking, tentu Anda akan melakukan persiapan. Namun, jangan sampai segala persiapan tersebut malah jadi boomerang bagi diri Anda sendiri.

Saat kita memiliki catatan tentang hal yang ingin kita sampaikan, tak jarang, kita terlalu fokus untuk mendapatkan padanan kata demi kata yang tepat sesuai yang dipersiapkan. Hal ini bukan hanya bisa membuat Anda terbebani, cara Anda melakukan public speaking pun bisa terasa kaku dan monoton.

"Terkadang, alasan kita melakukan kesalahan adalah karena terlalu fokus pada detail-detail yang terlalu kita persiapkan. Jangan terlalu mengontrol diri Anda sendiri dan terlalu fokus terhadap kata apa yang ingin Anda sampaikan," kelas Beilock.

Untuk menyiasatinya, Anda cukup menuliskan poin-poin penting dengan beberapa kata saja. Biarkan pesan yang ingin Anda sampaikan, tersalurkan secara natural dan mengalir.

*Sumber: kumparan.com

Jumat, 13 September 2019

Pemicu Mudah Lelah dari Gaya Hidup dan Kesehatan Mental

Jum'at, 13 September 2019 17:46:01

Pemicu Mudah Lelah dari Gaya Hidup dan Kesehatan Mental

Usai bekerja atau beraktivitas berat, kita kerap mendapatkan kondisi tubuh yang lelah. Kondisi itu wajar terjadi sebagai tanda tubuh meminta waktu istirahat. Tapi lain ceritanya untuk yang mudah lelah, pemicunya beragam dari faktor gaya hidup, kondisi medis atau adanya penyakit, hingga masalah kesehatan mental.

Tanpa disadari, banyak hal yang sudah menjadi kebiasaan sehari-hari, malah menjadi penyebab kita mudah lelah. Faktor-faktor yang termasuk dalam gaya hidup ini meliputi terlalu banyak atau kurang olahraga, kurang tidur, pola makan tidak sehat, kegemukan, serta konsumsi kafein atau alkohol yang berlebihan.

Untuk mengatasi mudah lelah serta meningkatkan energi karena gaya hidup, Anda dapat melakukan langkah-langkah mudah seperti berolahraga secara rutin, istirahat cukup, tidur cukup untuk orang dewasa berusia 18 hingga 64 tahun dianjurkan untuk tidur selama 7-9 jam per harinya.

Selain itu, mengatur pola makan dengan gizi seimbang, minum cukup cairan supaya tidak mengalami dehidrasi, batasi konsumsi kafein serta alkohol, jangan merokok, dan luangkan waktu untuk rekreasi atau melakukan kegiatan relaksasi.

Jika Anda sudah memperbaiki pola makan dan gaya hidup, namun tetap mengalami mudah lelah selama lebih dari dua minggu, mungkin disebabkan oleh adanya penyakit.
Berikut ini sejumlah kondisi medis yang menyebabkan mudah lelah

1. Anemia
Kondisi kekurangan sel darah merah ini menimbulkan gejala umum berupa mudah lelah dan lesu. Anemia lebih sering dialami perempuan, terutama yang mengalami menstruasi dengan darah haid dalam jumlah banyak. Penyebab anemia lainnya adalah defisiensi zat besi, serta kekurangan vitamin B9 atau vitamin B12. Mengatasi mudah lelah akibat anemia bisa dilakukan dengan konsumsi suplemen serta makanan yang kaya zat besi.

2. Alergi
Gangguan alergi, seperti rhinitis, bisa menyebabkan mudah lelah. Selain itu, penderitanya juga akan sering pilek, sakit kepala, serta gatal-gatal. Untungnya, alergi ini mudah diatasi dan dikendalikan selama penyebab alergi diketahui. Penyebab yang umum meliputi debu, bulu binatang, jamur dan kapas, serta udara dingin. Hindari hal-hal tersebut untuk mencegah serangan alergi.

3. Apnea tidur
Salah satu gejala apnea tidur adalah mendengkur dengan keras saat tidur, diselingi dengan henti napas sesaat. Saat henti napas terjadi, penderita otomatis terbangun untuk menarik napas. Hal ini bisa terjadi berkali-kali selama tidur malam tanpa disadari oleh penderita. Dampaknya adalah mudah lelah dan selalu mengantuk di keesokan harinya. Apnea juga berdampak pada rendahya kadar oksigen dalam darah, sehingga memengaruhi kerja jantung dan otak. Kadangkala, mudah lelah menjadi satu-satunya keluhan penderita apnea saat memeriksakan diri ke dokter.

4. Fibromialgia
Penyakit ini menyebabkan mudah lelah jangka panjang (kronis), sakit pada otot dan titik-titik tertentu di tubuh, sulit tidur, dan depresi. Hingga saat ini, para pakar belum diketahui penyebab penyakit fibromialgia. Sampai sekarang pun, belum ada obat yang menyembuhkannya. Meredakan gejala fibromialgia bisa dilakukan dengan konsumsi obat-obatan dari dokter, menerapkan pola hidup sehat, dan mengontrol stres.

5. Penyakit jantung
Jika mudah lelah selalu timbul bahkan saat melakukan aktivitas fisik yang relatif ringan, Anda perlu mewaspadai adanya penyakit jantung. Butuh pemeriksaan medis dari dokter untuk mengetahuinya dengan pasti. Apabila penyebabnya memang masalah jantung, penggunaan obat-obatan dan membiasakan pola hidup sehat akan membantu Anda dalam mengatasi mudah lelah dan gejala gejala lainnya, serta bisa mengembalikan energi untuk beraktivitas.

Selain itu, sejumlah masalah kesehatan mental, seperti kecemasan dan depresi, juga bisa berdampak pada munculnya rasa mudah lelah. Risiko menderita masalah kesehatan mental akan meningkat bila ada anggota keluarga Anda yang juga pernah mengalaminya. Perempuan yang baru melahirkan pun berisiko menderita depresi pascamelahirkan.

Kelelahan setelah beraktivitas berat memang wajar terjadi. Namun jika Anda mudah lelah tanpa alasan yang jelas, jangan meremehkan kondisi ini, terlebih disertai gejala-gejala mencurigakan lainnya.

Sumber: https://www.cantika.com/read/1247149/
pemicu-mudah-lelah-dari-gaya-hidup-dan-kesehatan-mental

Rabu, 11 September 2019

Wajah Anda Jenis Kulit Kombinasi? Ini Cara Pilih Pelembapnya

Rabu, 11 September 2019 16:50:00

Wajah Anda Jenis Kulit Kombinasi? Ini Cara Pilih Pelembapnya

Saat belanja di toko obat-obatan ataupun kosmetik, kita sudah sering terbantu dengan tulisan di label khusus kulit wajah kering, berminyak kering dan berminyak, atau normal. Namun untuk jenis kulit kombinasi kerap menemui tantangan tersendiri saat berbelanja produk perawatan kulit, seperti saat memilih pelembap.

Biasanya, jenis kulit kombinasi berarti beberapa area wajah Anda mungkin berminyak, sebagian mungkin kering, atau bahkan 'normal'. Minyak cenderung bertahan di zona-T, sementara pipi sering terasa kering.
Para ahli di Paula's Choice menjelaskan bahwa penyebab kulit kombinasi biasanya turun temurun, dan menggunakan produk-produk tertentu dapat membuat kulit tidak seimbang, sehingga meningkatkan kemungkinan Anda mengalami kulit kering dan berminyak.

Tidak mengherankan, dan mungkin karena alasan ini, ada peningkatan yang jelas pada kulit kombinasi.“Selama dekade terakhir kami telah mengamati peningkatan prevalensi kulit kombinasi di antara pelanggan kami, terutama di iklim yang lebih hangat, dan mereka merasa semakin sulit untuk mengelola jenis kulit yang menantang dan sering reaktif ini,” kata Manajer Inovasi dan Penelitian Aesop, Rebecca Watkinson, seperti dilansir dari laman Bustle.

Saat menggunakan pelembap, bagian kulit yang normal atau kering kulit Anda akan mendapat manfaat dari kelembapan, tetapi bagaimana dengan yang sedikit berminyak. "Bahkan jika itu tampaknya berlawanan dengan intuisi, jangan berhenti melembapkan jika Anda memiliki kulit berminyak, cenderung berjerawat," ucap Dr. Eric Schweiger, pendiri Schweiger Dermatology Group di New York City.

"Dengan melewatkan pelembap, kulit Anda akan kering dan pada gilirannya akan kembali dengan lebih banyak produksi minyak. Kondisi tersebut menyebabkan lebih banyak berjerawat."

Dalam hal jenis pelembap yang harus Anda gunakan, Mona Gohara, MD, associate professor klinis dermatologi di Yale, mengatakan ketika mencari pelembap terbaik untuk kulit kombinasi, cari pelembap kulit yang tidak membuat kulit terlalu jauh ke arah salah satu sisi spektrum.

"Bebas minyak adalah frasa utama, dan Anda harus selalu mencari hidrator yang lebih ringan, seperti losion dan serum, sebagai lawan dari produk yang lebih berat, seperti krim, balm, atau minyak,” ungkap Mona Gohara.

Sumber: https://www.cantika.com/read/1246032/ wajah-anda-jenis-kulit-kombinasi-ini-cara-pilih-pelembapnya

Selasa, 10 September 2019

4 Hal Penting yang Sering Terlewat dari Tumbuh Kembang Anak

Selasa, 10 September 2019 17:28:50

4 Hal Penting yang Sering Terlewat dari Tumbuh Kembang Anak

Di usia golden age anak antara 0-5 tahun, banyak orang tua yang mengeksplorasi kemampuan berbicara dan berbahasa pada anak. Seolah-olah hanya itu saja yang penting untuk terus diperbarui.

Padahal, ada empat hal penting terkait tumbuh kembang yang juga perlu terus dikawal orang tua. Apabila keempat hal ini tidak sesuai dengan anjuran dokter pediatri, maka bisa dipastikan anak butuh penangan khusus.

Dalam urusan tumbuh kembang, setiap anak tidak bisa dibandingkan satu dengan lainnya. Hal itu dipengaruhi oleh faktor genetik orang tua sebesar 30 persen.

Menurut dr. Mira Irmawati,SpA (K), spesialis anak dari Rumah Sakit Ibu dan Anak Kendangsari Merr (RSIA Merr) Surabaya, empat unsur tersebut meliputi berat badan sesuai umur, tinggi badan anak sesuai umur, berat badan menurut tinggi badan, dan lingkar kepala yang bisa dilihat dalam range Kartu Menuju Sehat.

Menurut dr. Mira untuk memastikan normal atau tidaknya pertumbuhan seorang anak, orang tua harus mengikuti standar tumbuh kembang anak yang ditetapkan oleh para ahli atau dokter anak tentunya.

Dalam urusan tumbuh kembang, setiap anak tidak bisa dibandingkan satu dengan lainnya. Hal itu dipengaruhi oleh faktor genetik orang tua sebesar 30 persen.

"Kalau orang tuanya tidak sama tentu saja anaknya tidak akan sama. Jadi jangan membandingkan kok anak saya seperti ini, anak itu seperti itu. Karena tentu tidak sama," ujar dr. Mira.
Karena itu Kartu Menuju Sehat (KMS) bisa dijadikan patokan orang memantau tumbuh kembang anak.

"Tapi yang harus diperhatikan adalah jika ada lebih atau kurang dalam pertumbuhan anak, orang tua tidak boleh menyimpulkan sendiri. Melainkan harus dikonsultasikan pada dokter tumbuh kembang anak untuk mengetahui penyebab yang pasti," kata dr. Mira.

dr. Mira juga menyarankan para orang tua untuk melakukan pemeriksaan anak di usia tumbuh kembang secara rutin.

"Misalnya saja saat anak usianya di atas dua tahun itu bisa melakukan pemeriksaan rutin tiga bulan sekali," ucapnya.
Selain cara-cara di atas, para orang tua juga bisa menggunakan aplikasi yang telah dirilis oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) bernama Prima.

*Sumber: kumparan.com

Jumat, 06 September 2019

Menyusui Dapat Menurunkan Berat Badan! Cuma Mitos atau Fakta?

Jum'at, 05 September 2019 16:33:11

Menyusui Dapat Menurunkan Berat Badan! Cuma Mitos atau Fakta?

Tidak hanya memberi banyak kebaikan, proses menyusui bisa jadi momen istimewa antara bayi dan ibu. Pasalnya menyusui dapat meningkatkan ikatan atau bonding yang tercipta antara ibu dan si kecil. Belum lagi saat menyusui, ibu dan bayi kerap saling menatap mesra. Rasanya bahagia sekali ya, Moms?

Selain soal bonding, mungkin Anda juga pernah mendengar kalau menyusui bisa menurunkan berat badan ibu. Tapi tidak sedikit pula yang merasa bahwa anggapan ini hanya bualan semata karena tidak merasakan efeknya.

Lantas bagaimana sebenarnya? Apakah menyusui memang dapat menurunkan berat atau hanya mitos belaka?

Begini Moms, menurut laman Today’s Parent ibu yang menyusui setidaknya mampu membakar kalori sebesar 300 hingga 500 kalori setiap hari. Tapi bukan karena hal ini saja yang membuat berat badan ibu menyusui akan turun.

Sementara Healthline melansir, Aliana Petre, MS, RD (CA) mengungkapkan turunnya berat badan juga didukung dari asupan. Ya Moms, umumnya ibu menyusi akan menjaga pola makannya dengan mengonsumsi protein tanpa lemak, buah-buahan yang kaya serat, sayuran, biji-bijian, serta kacang-kacangan. Kedua faktor ini yang menurut peneliti menjadi alasan mengapa ibu menyusui lebih cepat turun berat badannya.

Dalam satu penelitian, wanita yang menyusui secara eksklusif selama tiga bulan setidaknya mampu menurunkan 1,5 kg. Jumlahnya lebih banyak ketimbang ibu yang memberi buah hatinya ASI dan susu formula atau susu formula saja.

Penelitian ini juga didukung dengan temuan bahwa sebesar 6 persen wanita menyusui lebih berisiko turun beratnya ketimbang ibu yang tidak menyusui secara eksklusif. Untuk jangka panjangnya, setelah 5 tahun melahirkan wanita yang menyusui selama 6 hingga 12 bulan memiliki jumlah lemak lebih rendah daripada yang tidak.

Jadi memang benar menyusui dapat mempengaruhi berat badan, namun tidak semua penelitian menemukan hasil yang kuat, sehingga masih perlu dikaji ulang. Terlebih lagi, beberapa penelitian tidak menemukan adanya perbedaan dalam penurunan berat badan antara ibu yang menyusui dan tidak menyusui.

Yoni Freedhoff, penulis The Diet Fix sekaligus dokter keluarga mengatakan kalori yang keluar ketika menyusui pada setiap wanita tidak sepadan dengan stres, kurang tidur dan konsumsi makanan yang masuk.

Senada dengan Freedhoff, Lauren Olofsson selaku ahli diet dan konsultasi laktasi juga menyetujuinya. Merawat bayi baru lahir dapat meningkatkan kadar kortisol yang berkaitan dengan berat badan karena ibu akan cenderung merasa lapar. Belum lagi pada beberapa wanita menjadi lebih sedikit beraktivitas serta jam tidur tidak teratur.

Selain itu, hormon prolaktin tidak hanya dapat memperlambat metabolisme lemak tubuh. Namun juga mampu bertindak sebagai penambah nafsu makan.

Studi yang dilakukan pada 2016 lalu di Swedia juga menemukan kalau banyak ibu yang salah dan menganggap jika dirinya makan banyak maka akan turun dengan sendirinya karena menyusui.

"Ketergantungan menurunkan berat badan pada menyusui ini ibaratnya memberi janji palsu," tulis seorang peneliti seperti dikutip dari Today’s Parent.

Tapi jangan berkecil hati! Anda tetap bisa kok, menurunkan berat badan selama masa menyusui. Mengutip laman Mayo Clinic, Elizabeth LaFleur, R. N selaku konsultan laktasi memberikan sedikit tips. Pertama, konsumsi makanan sehat seperti sayur, buah dan biji-bijian, kemudian batasi kalori, lemak jenuh dan gula, misalnya dari keju, daging berlemak, makanan yang digorengan dan minuman ringan.

*Sumber: kumparan.com

Selasa, 03 September 2019

Anak Usia Sekolah Lebih Berisiko Cacingan

Rabu, 04 September 2019 17:25:23

Anak Usia Sekolah Lebih Berisiko Cacingan

Anak-anak usia sekolah lebih berisiko mengalami cacingan dibanding balita. Menurut dr. Ratna T. Hadju, SpA, dokter spesialis anak Siloam Hospitals Surabaya, penyakit cacingan lebih rentan terjadi pada anak usia sekolah. Karena pada masa inilah, anak-anak lebih aktif berinteraksi dengan lingkungan.

Cacingan bisa menghambat tumbuh kembangnya. Hal ini dikarenakan cacing akan menyerap sari-sari makanan yang ada dalam sel-sel darah dan usus.

"Usia anak sekolah sedang senang-senangnya bermain bersama teman. Mereka aktif berinteraksi dengan lingkungan dimana jika lingkungan kurang higienis bisa menjadi pemicu cacingan pada anak," jelasnya kepada Basra, Selasa (27/8).

dr. Ratna mengatakan, ada empat jenis cacing yang mengintai anak-anak, yakni:

Cacing Pita. Bentuknya tampak seperti pita, pipih dengan ruas-ruas pada seluruh tubuhnya. Panjang cacing pita dewasa dapat mencapai 4,5 hingga 9 meter. Cacing pita memasuki tubuh anak ketika tangan bersentuhan dengan tanah yang mengandung telur cacing kemudian terbawa ke dalam mulut ketika sedang makan. Selain itu, cacing pita juga dapat masuk melalui konsumsi makanan atau minuman yang sudah terkontaminasi telur cacing. Konsumsi daging sapi ataupun ikan yang dimasak kurang matang juga dapat menyebabkan masuknya cacing pita ke dalam tubuh anak.

Cacing Tambang. Cacing jenis ini dapat dijumpai di area persawahan. Cacing tambang dewasa memiliki panjang sekitar 5-13 milimeter. Cacing ini dapat menembus kulit, misalnya melalui telapak kaki yang tidak menggunakan alas, kemudian masuk ke sirkulasi darah dan ikut terbawa ke dalam paru-paru dan tenggorokan. Jika tertelan, maka cacing akan memasuki usus.

Cacing Kremi. Cacing kremi berwarna putih dan halus, dengan panjang sekitar 5-13 milimeter. Cacing jenis inilah yang banyak menyerang anak-anak usia sekolah. Infeksi cacing kremi umumnya disebabkan menelan telur cacing kremi yang sangat kecil secara tidak sengaja. Telur cacing ini sangat mudah menyebar. Bisa melalui makanan, minuman atau jari yang terkontaminasi.

Cacing Gelang. Cacing ini berukuran cukup besar, dengan panjang sekitar 10 -35 cm. Cacing gelang dapat masuk ke dalam tubuh anak melalui tanah yang telah terkontaminasi telur cacing.

"Telur cacing umumnya tersebar secara luas di permukaan tanah. Penularan cacing pada anak dapat terjadi melalui jemari tangan. Hanya cacing tambang yang larvanya dapat menembus kulit kaki," tegasnya.

Ia mengungkapkan pemberian obat cacing dapat dimulai sejak anak usia 2 tahun. Hal ini karena pada anak usia 2 tahun sudah terjadi adanya kontak dengan tanah yang merupakan sumber penularan infeksi cacing. "Pemberian obat cacing dapat diulang setiap 6 bulan sekali," imbuhnya.

Untuk mencegah anak dari infeksi cacingan, dr. Ratna memberikan beberapa tips:

1. Biasakan mencuci tangan setelah bermain serta sebelum dan sesudah makan dengan air bersih dan sabun. Cuci tangan hingga benar-benar bersih sampai di sela-sela jari serta kuku. Biasakan pula mencuci kaki setelah bermain, bepergian, dan sebelum tidur.

2. Gunakan sandal saat bermain di luar rumah, terutama ketika berjalan di tanah.

3. Jaga kebersihan kuku tangan dan kaki.

4. Cuci bahan makanan dengan air bersih yang mengalir dan tutup makanan di atas meja agar tak dihinggapi lalat. Lalat dapat membawa telur-telur cacing.

5. Hindari jajan atau membeli makanan di tempat sembarangan, karena kita tak pernah tahu bagaimana kebersihan makanan atau minuman yang dijajakan.

*Sumber: kumparan.com

Senin, 02 September 2019

Menggelitik Bayi, Boleh atau Tidak Ya?

Senin, 02 September 2019 17:25:55

Menggelitik Bayi, Boleh atau Tidak Ya?

Melihat bayi tertawa rasanya sangat menggemaskan ya, Moms? Maka tidak heran bila Anda atau kerap melakukan berbagai cara agar si kecil terus tertawa, misalnya melalui gelitikan.

Ya Moms gelitikan yang mendarat di tubuh si kecil biasanya selalu berhasil membuat si kecil geli dan tertawa lebar. Selain lucu, momen ini juga bisa membangun ikatan antara ibu dan bayi.

Meski begitu, What to Expect melaporkan menggelitik bayi ternyata punya efek lainnya. Misalnya saja, gelitikan mampu membantu bayi melatih kemampuan sensorinya karena si kecil secara otomatis akan merespons sentuhan yang diberikan Anda.

Manfaat lainnya, gelitikan dapat menghilangkan stres pada bayi Anda, serta membantu bayi untuk belajar melindungi tubuhnya, karena bayi tahu dimana daerah sensitifnya.

Tapi, gelitikan juga tidak selamanya baik, Moms! Bisa saja tawa si kecil sebenarnya palsu, apalagi jika bayi Anda belum bisa berkomunikasi.

“Reaksi tubuh terhadap rasa gelitik adalah refleks yang tidak disengaja. Sentuhan tersebut mengarah ke somatosensori dan anterior cingulate,” jelas Santosh Kesari, PhD, ahli saraf di Providence Saint John’s Health Center di Santa Monica, California, seperti dikutip dari The Washington Post.

Ya Moms, gelitikan memberi sinyal pada otak yang bereaksi dengan cara tawa. Makanya baik bayi atau orang dewasa akan tertawa bila digelitik.

Kemudian, bila Anda memiliki balita atau anak yang sudah bisa berbicara, Stephen Glicksman seorang psikolog dari Universitas Yeshiva mengatakan jika si kecil meminta gelitikan itu disetop, maka berhentilah.

“Gelitik sama seperti aktivitas tubuh ke tubuh lainnya, membutuhkan persetujuan kedua belah pihak,” tambah Stefani Goerlich pekerja sosial sekaligus terapis seks.

Selain itu, Goerlich juga khawatir gelitikan dapat membuat bayi trauma. Apalagi jika bayi atau anak memberikan tanda tidak senang namun orang dewasa atau orang tua tidak menghiraukannya.

"Memberi bayi atau anak atas kendali untuk tubuh mereka dan hak bayi atau anak untuk mengatakan tidak," kata Goerlich.

Sama seperti orang dewasa, bayi dan anak juga memiliki hak untuk mengambil keputusan, apakah mau digelitik atau tidak. Sebagai orang tua tentunya Anda harus menghargai, Moms.

Selain lewat gelitikan ada beragam cara lain untuk membangun bonding dengan bayi Anda. Misalnya dengan membaca buku bersama, mengelus tubuhnya setiap mau tidur, mengajak bicara, menyusui atau menyuapi makanan kesukaanya.

*Sumber: kumparan.com