Rabu, 11 Juni 2025
Gejala awal infeksi human immunodeficiency virus (HIV) ditandai dengan
demam, mudah terserang penyakit, hingga penurunan berat badan secara
drastis.
Ketika menginfeksi tubuh, virus HIV yang menjadi penyebab AIDS akan
merusak sistem kekebalan tubuh. Virus ini akan masuk, menginfeksi, dan
merusak sel CD4 yang merupakan jenis sel darah putih. Inilah sebabnya,
kamu perlu tahu apa saja ciri-ciri HIV sehingga bisa segera mendapat
penanganan.
Sel CD4 atau nama lainnya adalah sel-T merupakan salah satu bagian penting dari kekebalan tubuh.
Ketika virus HIV menginfeksi dan menghancurkan sel tersebut, maka dampaknya adalah daya tahan tubuh menjadi semakin melemah.
Masa inkubasi virus HIV di dalam tubuh bisa bervariasi pada tiap
pengidapnya. Meski begitu, masa inkubasi ini terjadi rata-rata sekitar 2
sampai 4 minggu setelah terinfeksi.
Apa Gejala Awal Virus HIV?
Sangat penting untuk mengetahui apa saja yang menjadi ciri-ciri HIV/AIDS pada fase awal, sehingga kamu bisa segera melakukan penanganan.
Apa saja ciri-ciri HIV pada tahap awal? Berikut beberapa di antaranya:
1. Demam
Pada fase awal, penyakit ini memiliki sebutan acute retroviral syndrome (ARS) atau sindrom HIV akut.
Gejala HIV dapat berupa demam tinggi dengan suhu mencapai lebih dari 38 derajat Celsius.
Ketika berada pada fase ini, munculnya gejala juga bersama dengan sakit tenggorokan dan rasa lelah berlebihan.
2. Kelelahan juga menjadi salah satu ciri-ciri HIV
Kelelahan kronis terjadi karena respons tubuh terhadap peradangan yang muncul akibat infeksi virus HIV.
Gejala HIV ini rasanya sama seperti tidak enak badan atau radang tenggorokan yang terjadi karena penyakit influenza.
3. Pembengkakan kelenjar getah bening
Ciri-ciri atau gejala HIV selanjutnya adalah pembengkakan pada kelenjar getah bening. Sebab, kelenjar tersebut merupakan bagian dari sistem kekebalan yang membantu tubuh dalam meredakan peradangan akibat virus.
Pembengkakan kelenjar yang terjadi bisa muncul pada lebih dari dua tempat dengan ukuran lebih dari satu sentimeter.
Pembengkakan ini umumnya terjadi pada leher atau ketiak dalam waktu lebih dari tiga bulan.
HIV bisa menular dan menyebar dengan mudah setelah masuk ke dalam tubuh.
Ketika berada pada fase ini, aliran darah pengidap mengandung virus
HIV dalam tingkat tinggi, sehingga meningkatkan peluang penularan
penyakit.
Karena tidak semua pengidap mengalami gejala awal HIV, pemeriksaan
menjadi satu-satunya cara mengetahui adanya virus dalam tubuh.
Penyebab dan Faktor Risiko HIV
HIV menyerang sistem kekebalan tubuh dan ditularkan melalui kontak
dengan cairan tubuh yang terinfeksi, seperti darah, cairan vagina, air
mani, dan ASI.
Infeksi HIV tidak dapat menular melalui kontak sehari-hari seperti
berjabat tangan, berbagi makanan, atau menggunakan toilet bersama.
Berikut penyebab utama penularan HIV yang perlu diwaspadai:
1. Hubungan seksual tanpa pengaman
Hubungan seks vaginal, anal, atau oral tanpa kondom dengan pasangan yang terinfeksi meningkatkan risiko penularan HIV.
Seks anal memiliki risiko penularan lebih tinggi dibandingkan dengan
seks vaginal karena lapisan rektum lebih tipis dan mudah terluka.
2. Penggunaan jarum suntik bersama
Penggunaan jarum suntik secara bergantian, terutama di kalangan
pengguna narkoba suntik, meningkatkan risiko penularan HIV. Peralatan
medis yang tidak steril juga dapat menjadi sumber infeksi.
3. Penularan dari ibu ke bayi
HIV dapat ditularkan dari ibu ke bayi selama kehamilan, persalinan,
atau menyusui. Pemberian ARV selama kehamilan dapat mengurangi risiko
penularan dari ibu ke bayi hingga hampir nol.
4. Transfusi darah yang terinfeksi
Meskipun saat ini transfusi darah diperiksa secara ketat, masih ada
risiko kecil penularan jika darah yang digunakan belum melalui
pemeriksaan yang baik.
Adapun faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan terinfeksi HIV sehingga perlu kamu waspadai:
- Berhubungan seksual dengan banyak pasangan tanpa kondom.
- Memiliki infeksi menular seksual lain (seperti sifilis atau herpes)
yang dapat meningkatkan risiko masuknya virus HIV ke dalam tubuh.
- Menerima transfusi darah atau transplantasi organ dari donor yang terinfeksi tanpa pemeriksaan yang ketat.
- Bekerja dalam lingkungan medis yang memiliki risiko terpapar darah atau cairan tubuh yang terinfeksi.
Mengetahui penyebab dan faktor risiko HIV sangat penting dalam
mencegah penyebaran virus serta meningkatkan kesadaran untuk melakukan
tes HIV secara berkala bagi individu yang berisiko.
Tahapan Infeksi HIV
Infeksi HIV berkembang melalui tiga tahap utama, masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda.
Tanpa pengobatan yang tepat, virus ini dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh dan berujung pada AIDS.
Gejala HIV dapat bervariasi tergantung pada tahapan infeksi, dan
beberapa orang mungkin tidak menyadari bahwa mereka telah terinfeksi
hingga bertahun-tahun kemudian.
Tahap 1: Infeksi Akut HIV (2–4 minggu setelah paparan)
Tahap ini merupakan fase pertama HIV, di mana virus mulai berkembang dengan sangat cepat dalam tubuh.
Gejala yang dialami apabila seseorang telah masuk fase pertama HIV
adalah mirip dengan flu dan biasanya muncul dalam 3 bulan pertama
setelah infeksi.
Gejala awal HIV yang umum terjadi pada pria dan wanita dalam tahap ini meliputi:
- Demam tinggi
- Sakit kepala
- Sakit tenggorokan
- Ruam kulit (bisa berbentuk merah atau bintik kecil di berbagai bagian tubuh)
- Pembengkakan kelenjar getah bening, terutama di leher, ketiak, dan selangkangan
- Nyeri otot dan sendi
- Kelelahan ekstrem
- Mual, muntah, atau diare
Gejala HIV pada pria stadium awal umumnya tidak jauh berbeda dengan
wanita, namun beberapa pria mungkin mengalami nyeri testis atau gangguan
ereksi.
Sementara itu, gejala HIV pada wanita tahap awal terkadang disertai
dengan infeksi jamur vagina berulang, menstruasi tidak teratur, atau
keputihan abnormal.
Pada tahap ini, viral load (jumlah virus dalam darah) sangat tinggi, sehingga risiko penularan HIV ke orang lain juga meningkat.
Meskipun gejala-gejala ini dapat mereda dalam beberapa minggu, virus
tetap aktif dalam tubuh dan terus menyerang sistem kekebalan.
Tahap 2: Infeksi Kronis (Tahap Laten Klinis – Bisa Bertahan Bertahun-tahun)
Setelah fase akut, infeksi HIV memasuki tahap laten atau kronis.
Pada tahap ini, virus tetap aktif tetapi bereplikasi dalam jumlah yang lebih rendah dibandingkan dengan tahap awal.
Ciri-ciri tahap ini:
- Banyak orang tidak menunjukkan gejala penyakit HIV sama sekali, sehingga sering kali infeksi tidak terdeteksi.
- Pada beberapa individu, gejala HIV pada pria dan wanita dapat berkembang secara perlahan, seperti:
- Sariawan berulang
- Infeksi kulit atau kuku
- Pembengkakan kelenjar getah bening yang berlangsung lama
- Penurunan berat badan ringan tanpa sebab yang jelas
- Kelelahan kronis
Tanpa terapi antiretroviral (ARV), virus akan terus merusak sistem kekebalan tubuh hingga akhirnya masuk ke tahap AIDS.
Rata-rata, tahap ini bisa berlangsung 5–10 tahun atau lebih, tergantung pada kondisi tubuh dan ada tidaknya pengobatan.
Tahap 3: AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)
AIDS adalah tahap akhir infeksi HIV, di mana sistem kekebalan tubuh
mengalami kerusakan parah akibat rendahnya jumlah sel CD4 (di bawah 200
sel/µL).
Pada tahap ini, tubuh tidak mampu melawan infeksi dan penyakit dengan baik.
Gejala HIV AIDS yang umum terjadi:
- Penurunan berat badan ekstrem
- Diare kronis yang berlangsung lebih dari satu bulan
- Demam berkepanjangan dan keringat malam
- Infeksi jamur serius pada mulut, tenggorokan, atau alat kelamin
- Sesak napas dan batuk yang tidak kunjung membaik
- Sakit kepala parah dan gangguan neurologis seperti kebingungan atau kehilangan koordinasi otot
- Infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis, pneumonia berat, atau toksoplasmosis otak
Tanpa pengobatan, individu yang memasuki tahap AIDS biasanya memiliki harapan hidup hanya beberapa bulan hingga beberapa tahun.
Namun, dengan terapi ARV yang tepat, HIV dapat dikontrol sehingga perkembangan menuju AIDS bisa dicegah.
Gejala Awal HIV Muncul Kapan?
Sayangnya, tidak banyak yang menyadari bahwa dirinya telah tertular virus HIV sampai infeksi berkembang menjadi sangat serius dan gejala telah bertambah buruk.
Perlu kamu ketahui bahwa ciri-ciri atau gejala HIV pada tahap awal
dapat muncul antara dua hingga empat minggu setelah seseorang tertular.
Penyakit ini juga bisa berkembang dalam waktu yang lama dalam tiga
tahapan utama, yaitu tahap awal, lalu tahap kedua, dan tahap terakhir
atau tahapan paling parah dari infeksi HIV, yaitu penyakit AIDS.
Rekomendasi Alat Tes HIV Mandiri
Kamu bisa melakukan tes HIV sendiri di rumah dengan menggunakan alat tes berikut ini:
1. Onestep HIV Test
OneStep HIV Test adalah alat yang dirancang untuk deteksi awal HIV
melalui sampel darah. Alat ini efektif dalam mendeteksi HIV tipe 1 dan
tipe 2.
Untuk menggunakan OneStep HIV Test di rumah, ikuti langkah-langkah berikut:
- Ambil cassette berbentuk persegi dan pipet plastik dari kemasan foil.
- Buka kemasan alkohol pad dan usapkan pada jari untuk pengambilan darah.
- Buka tutup lancet, arahkan ke jari yang telah kamu bersihkan dengan alkohol, dan tekan lancet hingga muncul tetesan darah.
- Gunakan pipet plastik untuk mengambil darah, pastikan pipet terisi dengan baik.
- Setelah itu, bersihkan jari dengan alkohol pad.
- Teteskan darah dari pipet ke area berbentuk huruf S pada cassette.
- Tambahkan 1-2 tetes cairan buffer ke area yang telah diberi darah.
- Tunggu 10-15 menit untuk mendapatkan hasil tes.
Perlu kamu ingat, hasil tes dengan alat ini hanya sebagai upaya
mendeteksi lebih awal infeksi HIV. Tes ini tidak bisa kamu gunakan untuk
menggantikan hasil uji laboratorium resmi.
No. Registrasi Kemenkes RI : AKL 30305718715.
Rentang harga: Rp89.800 – Rp113.500 per piece.
Dokter yang Bisa Bantu Perawatan HIV
Jika kamu butuh berdiskusi tentang masalah HIV dan AIDS, kamu bisa
menggunakan aplikasi Halodoc untuk berbicara langsung dengan dokter.
Pemeriksaan untuk Diagnosis Ciri-Ciri HIV
Tidak semua pengidap mengalami ciri-ciri HIV awal yang sama. Karena
itu, perlu pemeriksaan guna memastikan adanya infeksi virus HIV.
Bahkan, sebagian besar pengidap yang telah terinfeksi bertahun-tahun lamanya tidak menyadari keluhan.
Meski tidak mengalami gejala gejala HIV, pengidap berpotensi tinggi menularkan virus HIV pada orang lain.
Jalan terbaik yang dapat kamu lakukan saat timbul rasa curiga
terhadap penyakit ini adalah melakukan tes HIV atau VCT. Nah, berikut Jenis Pemeriksaan untuk Mendeteksi HIV.
Selain pemeriksaan, langkah mencegah penyebaran HIV juga dapat kamu lakukan dengan:
- Hindari penggunaan narkoba dalam bentuk apa pun, terutama pemakaian jarum suntik secara bergantian.
- Tidak mendonorkan darah, plasma, organ tubuh, atau sperma jika positif mengidap HIV.
- Menerapkan seks aman dengan menggunakan kondom.
- Sunat pada pria.
- Melakukan profilaksis pasca pajanan (PEP) dalam 72 jam pertama
setelah curiga telah terinfeksi. Prosedur ini dapat mengurangi potensi
terinfeksi HIV.
Untuk pengobatan pun biasanya kamu akan diberikan obat ARV.
Sementara itu, jika kamu mengalami gejala yang mengarah pada HIV/AIDS, jangan panik dulu.
Kamu bisa melakukan Skrining Penyakit Menular Seksual dari rumah dengan layanan Homecare by Halodoc (tersedia di Jabodetabek, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, dan Denpasar).
Layanan homecare ini adalah tes laboratorium atau paket tes dari
Halodoc yang pengambilan sampelnya bisa dilakukan di rumah atau di
lokasi manapun yang kamu pilih.
Karena dilakukan di rumah, kamu bisa memantau kondisi kesehatan kamu atau orang terdekatmu dengan lebih baik.
Nah, ada beberapa keunggulan dari layanan tes lab ini, antara lain:
- Tak perlu repot keluar rumah.
- Hemat waktu dan biaya
- Tenaga kesehatan responnya cepat
- Protokol kesehatan ketat.
- Sampel diambil secara aman dan steril.
- Sampel darah/urine akan dibawa langsung ke laboratorium setelah diambil (tidak ada transit).
- Peralatan yang digunakan berkualitas, aman, tersegel, dan sesuai standarisasi.
- Harga tes lab ini mulai dari Rp 659.000,-, kamu bahkan bisa melakukan family booking untuk mendapatkan ekstra diskon.
- Semua layanan tes lab terdiri dari pemeriksaan laboratorium dan konsultasi dokter.
- Hasil tes akan keluar dalam waktu 1 hari.
- Untuk konsultasi hasil tes, kamu akan mendapat gratis voucher untuk chat dokter senilai 25rb di Halodoc.
Diagnosis HIV/AIDS
Diagnosis dilakukan melalui berbagai jenis tes untuk mendeteksi keberadaan virus dalam tubuh.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah seseorang
terinfeksi HIV serta memantau efektivitas pengobatan jika seseorang
telah didiagnosis positif.
Berikut beberapa jenis tes yang digunakan dalam diagnosis HIV/AIDS:
1. Tes Antibodi HIV
Tes ini mendeteksi antibodi yang diproduksi oleh sistem kekebalan
tubuh sebagai respons terhadap infeksi HIV. Biasanya dilakukan dengan
tes darah atau tes oral swab (usap mulut).
Tes ini dapat mendeteksi infeksi dalam waktu 3–12 minggu setelah
paparan, karena tubuh memerlukan waktu untuk memproduksi antibodi.
Contoh tes yang termasuk dalam kategori ini adalah Tes ELISA dan Tes Rapid HIV.
2. Tes Kombinasi Antigen-Antibodi (HIV Ag/Ab Test)
Tes ini tidak hanya mendeteksi antibodi, tetapi juga antigen p24,
yang merupakan protein virus HIV yang muncul lebih awal setelah infeksi.
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi HIV lebih cepat dibandingkan tes antibodi, sekitar 2–6 minggu setelah paparan.
Tes ini sering dilakukan menggunakan sampel darah dari vena dan lebih akurat untuk deteksi dini.
3. Tes Asam Nukleat (NAT – Nucleic Acid Test)
Mendeteksi materi genetik virus HIV (HIV RNA) langsung dalam darah.
Digunakan dalam kasus yang memerlukan deteksi lebih dini, yaitu 10–33
hari setelah paparan.
Biasanya dilakukan pada individu dengan risiko tinggi terpapar HIV atau untuk konfirmasi jika hasil tes lain tidak jelas.
4. Tes Sel CD4
Tes ini merupakan pemeriksaan lanjutan untuk memantau infeksi HIV.
Fungsinya untuk mengukur jumlah sel CD4 (sel T limfosit) dalam darah,
yang merupakan bagian penting dari sistem kekebalan tubuh.
Pada individu sehat, jumlah sel CD4 biasanya 500–1.500 sel per
mikroliter darah. Jika jumlahnya turun di bawah 200 sel/µL, maka
seseorang dianggap mengalami AIDS.
5. Pemeriksaan Viral Load (HIV RNA Test)
Pemeriksaan HIV lanjutan lainnya adalah viral load. Tes ini mengukur jumlah virus HIV dalam darah, yang menunjukkan seberapa aktif virus dalam tubuh.
Tes ini sering digunakan untuk menilai efektivitas terapi antiretroviral (ARV).
Target utama pengobatan adalah menurunkan viral load hingga tidak
terdeteksi, yang berarti virus berada dalam tingkat yang sangat rendah
dan risiko penularan menurun secara signifikan.
Diagnosis yang akurat dan pemantauan rutin terhadap sel CD4 dan viral
load sangat penting untuk menentukan strategi pengobatan terbaik serta
mengurangi risiko komplikasi dari infeksi HIV/AIDS.
Sumber : halodoc.com