Sabtu, 21 Maret 2020 17:34:50
Stres dan kecemasan tentang penyebaran virus corona, ditambah dengan
peningkatan jarak sosial atau social distancing dan rekomendasi isolasi,
bukan tak mungkin memengaruhi kesehatan mental lebih dari yang kita
sadari.
Beberapa negara telah mengeluarkan kebijakan untuk
menjauhkan diri dari kegiatan sosial, menutup sementara sekolah dan
bisnis, dan memindahkan aktivitas sekolah dan bekerja dari rumah.
“Kita
adalah makhluk sosial. Kita suka terhubung dan bersentuhan, serta dekat
dengan orang-orang, dan kami harus mengubah perilaku, yang dapat
menciptakan perasaan terisolasi,” kata Patricia Thornton, PhD, seorang
psikolog berlisensi di New York City.
Walaupun mungkin terasa seperti kehidupan telah berhenti, ada cara
untuk memanfaatkan waktu ini dalam perspektif dan belajar bagaimana
melanjutkannya.
“Berfokus pada kesiapsiagaan, tetap tenang,
menyempatkan diri memeriksa kesejahteraan orang lain, serta melakukan
perawatan diri akan membantu kita melalui momen yang menantang dalam
sejarah ini," ujar Deborah Serani, PsyD, psikolog dan penulis Sometimes
When I’m Sad.
"Ingatkan diri kita bahwa Covid-19 adalah penyakit
serius tetapi sementara, dan kehidupan akan kembali normal pada
waktunya," lanjutnya.
Berikut adalah beberapa tips untuk menjaga kesehatan mental selama wabah penyakit virus corona ini merebak.
1. Pahami kecemasan Banyak orang dengan dan tanpa gangguan kecemasan merasa cemas.
Psikolog
Patricia Thornton menggambarkan kecemasan sebagai kekhawatiran yang
diantisipasi tentang sesuatu yang mungkin terjadi di masa depan.
Dia mengatakan, dunia kita merasakan "pukulan telak kecemasan" karena virus corona.
“Karena
virus ini adalah virus yang tidak bisa kita lihat, dan tidak cukup
banyak orang yang diuji, kita tidak tahu siapa penyebarnya. Hal ini juga
membuat kita menjadi lebih waspada terhadap orang lain dan permukaan
yang kita sentuh, dan tempat yang kita tuju,” ujarnya.
“Yang
membuat kita lebih cemas karena ada bahaya nyata, ketidakpastian, dan
kurangnya informasi tentang virus corona,” imbuhnya.
Menyaksikan orang lain merasa cemas juga akan meningkatkan kekhawatiran kita.
“Kecemasan
itu menular. Jika kamu melihat seseorang di dekatmu panik dan berkata,
‘Dunia akan segera berakhir’, kamu akan mulai khawatir tentang hal
tersebut," kata Thornton.
Thornton mengumpamakan, jika suatu
suku keluar di ladang dan satu anggota melihat seekor harimau di
kejauhan dan mulai berlari, suku yang lain akan mengikuti.
"Kami mencari orang lain untuk mendapatkan petunjuk tentang bagaimana kami harus bersikap," kata Thornton.
"Walaupun virus corona adalah ancaman nyata, kita semua harus berada
dalam sebuah keabu-abuan, merangkul ketidakpastian mengetahui bahwa kita
tidak dapat melakukan segalanya dan bergerak di dalam batas-batas
seperti apa,” ujarnya.
Bagi mereka yang hidup dengan kondisi
kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, atau PTSD, psikolog Deborah
Serani mengatakan, kamu mungkin sangat rentan selama pandemi ini.
Dia
menyarankan, untuk mendapatkan resep untuk setiap bulannya dan
memertimbangkan pengiriman ke rumah dari perusahaan asuransi atau apotek
setempat.
Serani juga merekomendasikan untuk meminta terapis mengadakan sesi pengobatan jarak jauh atau melalui konferensi video.
”Dengan
cara ini kamu bisa tetap aman dan terus mendapat pengobatan, sekaligus
mengatasi segala kekhawatiran yang muncul dari Covid-19," kata Serani.
Jika
kamu merasa sulit mengelola stres karena masalah pandemi ini, ia
menyarankan untuk membuat rencana darurat dengan profesional kesehatan
mental pribadimu.
2. Murka, lalu belajar Sementara
situasinya membuat frustrasi, Thornton menyarankan untuk hanya
membiarkan diri merasa murka selama 15 menit kemarahan per hari, dan
kemudian lanjutkan kehidupan.
"Jangan menganggapnya sebagai
kiamat. Lihatlah itu sebagai hal normal baru yang ditemukan. Tanyakan
kepada diri sendiri, ‘Bagaimana saya ingin menjalani hidup saya sekarang
dengan kendala-kendala ini?’ Dan batasi berbicara dengan keluarga jika
mereka mulai membahas berbagai informasi yang tak jelas kebenarannya.
Katakan, 'Kita hanya akan membicarakannya selama 15 menit," katanya.
Serani setuju, mencatat bahwa berpikir positif selama bencana lebih mudah diucapkan daripada dilakukan.
“Salah
satu cara terbaik adalah membina diri dalam pengetahuan. Tetap
terhubung dengan departemen kesehatan setempat atau negara bagian untuk
mendapatkan informasi akurat," katanya.
"Hindari menonton atau
membaca berita di media sosial, di mana fakta bisa menjadi kabur atau
bahkan dibesar-besarkan,” lanjutnya.
“Ingatkan diri bahwa wabah penyakit menular telah menjadi bagian dari sejarah kita, dan ini juga akan berlalu, ”imbuhnya.
3. Batasi diri tonton berita Thornton juga menyarankan, menonton berita bereputasi baik sekali sehari agar tetap up to date.
"Norma-norma
baru dapat berubah setiap hari, jadi kamu bisa mengatakan, 'Setiap hari
saya akan membatasi berita saya sampai setengah jam di pagi hari dan di
malam hari untuk melihat apakah ada sesuatu yang perlu saya ubah
tentang perilaku saya.' Dan jangan memikirkan kembali keputusan yang
telah kamu ambil,” katanya.
4. Beri pengetahuan pada anak Jika
kamu memiliki anak, Serani mengatakan untuk membatasi paparan berita
pada mereka, karena itu bisa sangat berat bagi mereka untuk diproses.
Menjadi sadar tentang bagaimana kamu berbicara tentang Covid-19 di sekitar anak-anak juga penting.
“Berbagi
berlebihan tentang bencana dan bahkan bercanda tentang kematian atau
penyakit dapat membuat trauma anak kecil,” ujarnya.
“Meskipun
ini bisa menjadi waktu yang menakutkan bagi anak-anak. Saya telah
menunjukkan pasien kecil saya untuk melihat bagaimana tenaga medis yang
siap membantu ada di mana-mana, dan bagaimana masyarakat berkumpul
bersama selama masa sulit ini, ”imbuh Serani.
Dia menambahkan bahwa merasa dirawat, dilindungi, dan dicintai adalah
hal penting bagi anak-anak untuk dirasakan dan didengar selama bencana.
“Kiat lain adalah mendorong anak-anak untuk menggambar,
menulis, atau menulis jurnal sehingga mereka dapat mengekspresikan
perasaan mereka. Dan akhirnya, menjaga rutinitas untuk anak-anak selalu
membantu selama krisis, ”kata Serani.
5. Temukan cara untuk terhubung dan tetap sibuk Menjaga rutinitas adalah penting bagi orang dewasa dan anak-anak yang dikurung di rumah.
“Cobalah
untuk tetap pada rutinitas normalmu sebanyak mungkin. Pertahankan waktu
tidur dan waktu terjaga yang sama," kata Thornton.
"Pakai
pakaian yang ingin kamu pakai. Berjalan-jalan di luar untuk berolahraga,
dan saksikan orang lain merasakan bahwa semua orang terlibat dalam hal
ini bersama-sama, "kata Thornton.
Serani juga menyarankan orang mencoba untuk menjadi kreatif tentang kegiatan yang dapat mereka kontrol di rumah.
"Pilih
kegiatan yang menenangkan atau memberimu tujuan," katanya, seperti
bermain papan permainan, membaca, menyusun puzzle, atau mandi.
Jadikan itu sebagai bagian dari rutinitas harianmu untuk menjangkau teman dan keluarga.
“Pastikan
kamu menelepon, teks, FaceTime, atau Skype setiap hari dengan orang
lain. Selama masa-masa traumatis, memiliki rasa terkoneksi dan komunitas
sangat penting untuk harapan dan penyembuhan,” kata Serani.
6. Tambahkan humor Dan
karena pengalaman yang menyenangkan dan bermakna mengurangi hormon
stres kortisol dan meningkatkan hormon perasaan-baik seperti serotonin,
dopamin, dan oksitosin, kedua ahli menyarankan menambahkan humor untuk
hari-harimu dengan membaca komik atau menonton film lucu dan acara
komedi.
"Tidak mungkin semua hanya tentang malapetaka dan kesuraman.
Menertawakan situasi tidak menyakiti siapa pun dan menunjukkan bahwa
kita semua terlibat bersama, "kata Thornton.
*Sumber: kompas.com