Kamis, 26 Augustus 2021 18:41:22
Setiap anak memiliki karakter yang berbeda-beda. Karakter yang
terbentuk itu pasti tidak lepas dari pola asuh yang diberikan oleh
orangtuanya.
"Perbedaan pola asuh lah yang membuat anak-anak
ini jadi berbeda juga karakternya," kata psikolog Rumah Sakit Pondok
Indah Jakarta Meriyati, Sp.Psi., dalam webinar daring, Selasa
(29/6/2021).
Ia menyebut bahwa ada empat tipe pola asuh yang
berdasarkan penelitian paling banyak dilakukan oleh para orangtua.
Keempat pola asuh yang berbeda itu memiliki dampak berbeda pula terhadap
karakter anak.
1. Pola asuh otoritatif
Meriyati menjelaskan bahwa pola asuh ini menekankan pada komunikasi dua
arah antara orangtua dan anak. Anak dilibatkan dalam berkomunikasi
secara aktif dan positof bahkan bebas mengemukakan pendapat dan
perasaannya.
"Orangtua juga mengizinkan dirinya untuk mendengar
pendapat anak. Apa yang membuat anak tidak nyaman, apa yang membuat
anak keberatan terhadap aturan yang diberikan. Jadi orangtua mempunyai
kehangatan terhadap anak, tapi orang tua juga punya kendali terhadap
anak. Tidak hanya mengatur, menuntut, mengikuti aturan tapi orangtua
menjelaskan dampak positif dan negatifnya," jelas Meriyati.
Menurutnya, anak-anak yang tumbuh dari pola asuh otoritatif akan
memiliki karakter mudah mengendalikan emosinya, terbiasa melakukan
komunikasi dua arah, bertumbuh dengan sifat yang ramah, dapat bekerja
sama.
Anak juga akan mampu terlibat dalam aktivitas sosial,
tidak mudah jatuh dalam kegiatan menyimpang seperti kekerasan, agresif,
hingga penggunaan narkoba karena mereka merasa dirinya berharga.
Perasaan berharga atas dirinya sendiri itu telah dirasakannya sejak
dari rumah karena pola asuh orangtuanya yang memperlakukan seperti
pribadi yang punya hak untuk bicara, memiliki pemikiran tertentu.
2. Pola asuh otoriter
Ciri pola asuh otoriter merupakan mengekang anak. Orangtua menuntut
anak untuk mengikuti aturan yang sudah diberlakukan. Meriyati
mengatakan, orangtua memang tetap berikan dukungan dan tanggung jawab
kepada anak, tetapi tidak ada kebebasan bagi anak untuk mengemukakan
pendapat.
"Jadi overprotektif, anak disuruh nurut aja tapi
tidak dijelaskan baik buruknya apa. Orangtua mengekang sehingga anak
sulit untuk bisa mengemukakan sudut pandang karena dia selalu dipaksa
saja," jelasnya.
Dampak pola asuh otoriter tersebut menyebabkan
anak tidak tahu batasan untuk dirinya sendiri. Tidak tahu kapan harus
bicara dan kapan tidak. Anak akan tumbuh menjadi orang yang pandai dalam
mengikuti aturan tetapi dalam ketakutan.
Meriyati
mengungkapkan, anak seperti itu akan sulit menyikai dirinya sendiri.
Karena tidak tahu batasan mana yang harus dilakukan pada dirinya
sendiri. Juga batasan mana yang orang lain boleh menuntut atau
memintabdari dirinya. Sehingga akan cenderung mengirbankan dirinya
sendiri.
"Anak kayak gini ya tidak bahagia, penuh rasa takut,
khawatir. Kemudian enggak mampu untuk mengeluarkan pendapat,
menyampaikan perasaan, aspirasinya, komunikasinya juga buruk, takut
disalahkan, takut ngomong, takut dianggap bodoh. Sehingga dia cenderung
berperilaku agresif. Sebetulnya perilaku agresif itu dikeluarkan karena
bentuk frustasi dia karena nggak punya hak untuk mengungkapkan
keinginan," paparnya.
3. Pola asuh permisif
Pola asuh permisif merupakan orang tua yang sangat memanjakan anak.
Segala keinginan anak dituruti bahkan tidak ada untuk memberikan kontrol
kepada anak.
"Kelihatannya sayang tapi tidak diatur. Semua
keinginan anak dikasih biar nggak rewel. Tapi anak ini sebetulnya tidak
tahu ke depan, belum tahu manfaat baik-buruk ke depan. Pola asuh yang
memanjakan seperti ini akan membuat anak tidak mampu memiliki kemampuan
untuk mandiri, enggak ada daya juang, akan bersikap egois dan terbiasa
menggantungkan kebutuhan kepada orang lain terutama orang tua,"
paparnya.
Sifat manja, egosentris, bahkan tidak dapat
menghargai orang lain juga akan melekat oada karakter anak. Karena anak
merasa sejak kecil sebagai raja yang selalu dipenuhi keinginannya.
4. Pola asuh uninvolved
Pola asuh seperti ini tidak ada kehadiran orangtua baik secara fisik
juga psikis bagi anak. Sehingga orangtua tidak memiliki kontrol terhadap
anak bahkan jugabtidak mengetahui perkembangam yang terjadi pada anak.
Meriyati menyebut pola asuh uninvolved juga sebagai pola asuh yang
menelantarkan anak. Orangtua hanya berpikir untuk membiayai dan memenuhi
kebutihan anak tapi tidak hadir untuk anak.
Dampaknya terhadap
anak membuat ia jadi rendah diri karena merasa tidak dihargai.
Kemampuan sosial anak menjadi buruk karena tidak terbiasa berkomunikasi
dengan orangtua, tidak pernah didengar apa yang dirasakannya.
*Sumber: suara.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar