Jum'at, 18 Juni 2021 18:45:03
Sama seperti orang dewasa, anak-anak juga dipenuhi dengan perasaan atau emosi yang ia rasakan sehari-hari.
Sayangnya,
kemampuan bahasa yang sangat terbatas, membuat si Kecil sulit untuk
mengelola dan mengekspresikannya dengan cara yang tepat.
Untuk
itu, sebagai orangtua, penting bagi kita untuk dapat mengajarkan
anak-anak meregulasi emosi yang sedang mereka rasakan. Baik itu, sedih,
marah, senang, kecewa hingga takut.
"Memiliki anak dengan
kecerdasan emosional memang memerlukan tahapan dan waktu yang tidak
sebentar. Langkah pertama yang dapat dilakukan adalah dengan melatih
anak meregulasi emosinya," jelas dr. Anggia Hapsari, Dokter Spesialis
Kedokteran Jiwa Konsultan Psikiatri Anak dam Remaja RS Pondok Indah -
Bintaro Jaya.
Caranya sendiri, kata dr. Anggia cukup beragam,
mulai dari membantu mereka mengenali emosi baik emosi dirinya dan orang
lain di sekitarnya, selalu hadir dan dengarkan perasaan anak, menanggapi
dengan tepat apa yang menjadi kebutuhan anak dan tidak bereaksi negatif
saat anak rewel atau marah.
Orangtua juga harus menjadi contoh
yang baik untuk meregulasi emosi di depan anak, merasa senang saat
bermain dengan anak dan tertarik dengan aktivitas yang tengah
dikerjakamnya, serta bisa juga ajarkan mereka mengenai teknik-teknik
relaksasi (emotional toolbox).
Namun demikian, terkadang
anak-anak dapat mengalami emosi yang negatif, yang terkadang menjadi
ledakan emosi. Sebenarnya hal ini dianggap wajar. Namun, ada ledakan
emosi pada anak yang harus diwaspadai dan membutuhkan pertolongan ahli.
Di
antaranya ialah tantrum dan ledakan (outbursts) yang terjadi pada
tahapan usia perkembangan di mana seharusnya sudah tidak terjadi, yaitu
di atas usia 7-8 tahun. Selain itu, jangan biarkan saat perilaku anak
sudah membahayakan dirinya atau orang lain, menimbulkan masalah serius
di sekolah hingga memengaruhi kemampuannya bersosialisasi dengan teman,
yang membuat anak “dikucilkan” oleh teman-temannya.
"Pahami pula
tantrum dan perilaku yang membuat mereka stres atau kesulitan mengikuti
keseharian dalam keluarga. Saat anak merasa tidak mampu mengendalikan
emosi marahnya, dia bisa merasa dirinya buruk," jelasnya.
Ledakan
emosi yang harus diwaspadai ini, lanjut dr. Anggia mungkin ada
hubungannya dengan beberapa hal di antaranya ialah ADHD (Attention
Deficit Hyperactivity Disorder), kecemasan, trauma, kesulitan belajar,
gangguan pemrosesan sensori, hingga spektrum autisme.
Bukan cuma
itu, anak yang dedikit mendapat kasih sayang dari keluarga maupun teman
dan terlalu terikat dengan satu figur yang dominan juga dapat
menyebabkan anak kesulitan untuk merugasi emosinya, yang menyebabkan
ledakan emosi negatif atau tidak tepat.
"Kepercayaan terhadap
orangtua dan model figur yang mereka amati dalam keluarga berperan dalam
membentuk kepercayaan diri anak. Hal ini dapat membantu anak untuk
meregulasi emosinya dan mendorongnya menjadi mandiri, serta berani
mengambil risiko," jelasnha.
Apabila si kecil memiliki karakter
ini, maka diharapkan anak dapat berperilaku tepat dalam lingkungan
sosialnya dan terhindar dari masalah penyesuaian diri dalam hidupnya.
*Sumber: suara.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar